Skip to main content

Cerpen : Cermin Kematian



~CERPEN : Cermin~Kematian~

Malam semakin larut Manda masih berdiri didepan cermin besar yang ada dikamarnya, dadanya berdesir, Manda takjub melihat wajahnya sendiri di cermin. Serupa benar dengan wajah seorang putri, katanya dalam hati. Ya, kau memang cantik, Manda. Wajahnya tersipu mendengar pujian itu. Pipinya merona. Merah muda. Ia tersihir oleh bayangannya sendiri. Bayangan ketika ia masih berada pada masa empat puluh tahun lalu.

Wajahnya cerah, berseri-seri. Setengah terpana melihat kecantikannya sendiri. Rambutnya panjang, berwarna hitam kecokelatan, berkilat, bergelung seolah ombak. Dahinya licin. Matanya bulat, berbinar-binar. Hitam pekat seperti langit malam. Dikedip-kedipkannya matanya, hingga ia perhatikan bulu matanya yang tebal dan lentik. Tebal serupa alisnya yang melengkung menaungi sepasang matanya yang indah itu. Diturutkannya telunjuknya, dari hulu hingga muara alisnya. Cantik sekali dirimu, Manda membatin.

Ya, kau memang cantik, Manda.

Hidungnya, ia melihat hidungnya. “Ah, hidung ini, hidung yang menyimpan aroma wangi surga.” Hidung yang bangir. Menyambungkan sepasang mata mutiara dengan bibirnya yang merekah dan seolah selalu basah. Disentuhnya bibirnya. “Bibir ini, tak pernah dijamah seorang pun pria.” Ia tersenyum.

Ya, kau memang cantik. Dan kau suci, Manda.

Manda melirik ke lehernya. Jenjang. Putih. Mulus. Harusnya ada bekas gigitan di sini, katanya sembari meraba sekujur leher yang bersih itu. Tidak, tidak ada bekas gigitan atau luka atau apa pun. Ya, cermin ini memang mengembalikan Manda kepada kesempurnaan. Di mana luka dan kenangan belum sempat memahatkan nodanya.

“Kenapa kau berbohong kepadaku?” air muka Manda tiba-tiba berubah.

Aku tidak berbohong, Manda.

“Ya, kau bohong!”

Tidak, Manda. Lihatlah, ini benar-benar dirimu. Cantik dan mempesona.

“Itu dulu!” Manda terisak.

Tidak. Tidak, Manda. Dulu, sekarang, dan nanti kau akan tetap seperti ini. Jelita.

“Apa maksudmu menunjukkan wajahku yang seperti ini?”

Memang beginilah dirimu, Manda. Tak pernah menjadi yang lain.

“Tidak! Aku sekarang sudah berbeda. Aku sudah tak cantik lagi seperti dulu. Aku tua! Buruk rupa dan tak berdaya!”

Kenapa kau bicara begitu, Manda?

“Begitulah kenyataannya!” Sahut Manda kembali.

Manda ingat sekali masa-masa ia masih menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Kembang desa, kata orang. Kecantikan Manda menyaingi rupa seorang putri bahkan dewi-dewi sekalipun. Caranya berjalan, berbicara, seakan memiliki daya magis untuk menarik perhatian orang dan membuat orang itu betah berlama-lama menatapnya. Tak ada lelaki yang tak menoleh dan terpahat matanya saat Manda berjalan mengitari pasar untuk berbelanja. Termasuk Jhaey, seorang pemuda biasa yang berjualan daging di pasar itu.

Jhaey, yang setiap pagi melihat Manda berputar-putar di pasar diam-diam menyimpan hati kepada dara jelita itu. Namun ia tahu diri untuk tak menyatakan perasaannya. Wajahnya yang buruk membuatnya tak pernah berani untuk sekadar berbicara dengan orang lain, apalah lagi dengan Manda. Jhaey tak mau gadis itu meneriakinya monster lalu pingsan tiba-tiba saat ia menunjukkan diri di depannya. Selama ini ia melayani pelanggan dengan menunduk-nunduk. Ia tak berani menatap. Sudah bertahun-tahun ia menyembunyikan wajahnya dari orang lain, sejak ia terkena kutukan yang berasal dari sebuah cermin tua sakti.

Cermin tua sakti itu diperoleh Jhaey dari mendiang ayahnya. Keluarganya sangat miskin dan ia mengerti kalau-kalau orangtuanya tak bisa mewariskan apa-apa kepadanya. Tapi ternyata di penghujung hayatnya, ayahnya memberikan selembar surat wasiat. Di dalam surat itu tertulis bahwa ayahnya telah mengubur sebuah cermin tua sakti. Kelak saat ia menjemput ajal, cermin itu harus diserahkan kepada keturunannya. Karena Jhaey adalah anak semata wayang, jadilah ia yang menerima warisan cermin tua sakti itu.

Sebelum melihat cermin tua sakti itu, Jhaey tak pernah sekalipun bercermin. Hingga ia tak menyadari bahwa ia sebenarnya adalah seorang pemuda yang rupawan. Namun, semenjak adanya cermin tersebut, Jhaey menjadi sering bercermin. Jhaey bahkan kerap menghabiskan waktu berjam-jam duduk atau berdiri di depan cermin itu. Mengagumi dirinya sendiri. Serta sesekali mengutuk orangtuanya, kenapa tak pernah menyadarkan dirinya bahwa ia memiliki wajah yang tampan.

Seiring waktu yang terus berjalan, Jhaey menjadi tergila-gila dengan wajahnya sendiri. Pagi, siang, sore, malam dihabiskannya hanya untuk bercermin. Kalaulah ia seorang perempuan pasti ia akan langsung jatuh cinta dengan lelaki di dalam cermin itu. Walaupun tanpa itu ia juga sudah mulai jatuh cinta pada dirinya sendiri.

Yang Jhaey tidak ketahui, cermin tua sakti peninggalan almarhum ayahnya itu ternyata dapat mengisap jiwa orang yang sedang bercermin di depannya. Jika terlalu sering atau terlalu lama seseorang bercermin, maka ia akan segera menjadi tua melebihi usia yang sebenarnya. Semenjak itu, Jhaey mengubur cermin tua sakti tersebut dan tak pernah memakainya lagi. Tentu saja, setelah wajahnya berubah menjadi buruk akibat menghabiskan nyaris seluruh hari-harinya hanya untuk berada di depan cermin tua sakti itu.

“Jhaey, Jhaaeeyy!”

Jhaey terperanjat. Seorang gadis melambai-lambai di mukanya. Ternyata Manda.

“Melamun saja….”

Gadis itu tersenyum nakal.

“Ah, ada apa, Nona?” Jhaey salah tingkah.

“Bisa kamu bungkuskan daging sapi itu untukku?”

“Oh, tentu saja, Nona.”

“Ah, panggil saja Manda.”

“Baa-ba..aaik, Nona Manda.”

Manda tersenyum saja. Sedikit geli dan heran melihat tingkah laku Jhaey. Ia menunduk sedikit, mencoba untuk melihat wajah Jhaey yang sedari tadi ditutup-tutupinya. Namun Jhaey selalu menghindar.

“Ini, Nona. Ee maksud saya… Manda.” Jhaey menyerahkan bungkusan hitam kepada Manda.

“Terima kasih.”

Pada suatu hari sebagai wanita, Manda tentu menyadari akan kecantikannya. Ia ingin semua orang tahu dan melihat, serta mengakui bahwa ia adalah wanita tercantik yang pernah ada. Tak hanya orang, ia juga ingin semua cermin yang ada di dunia melihat wajahnya yang jelita. Maka pada suatu hari ia membuat sebuah pengumuman, bahwa ia akan membeli seluruh cermin yang ada di tempat tinggalnya tersebut.

Manda juga menambahkan di pengumuman tersebut, akan memberi apa pun kepada pemilik cermin yang cerminnya dapat memantulkan bayangan lebih cantik dari wujud asli dirinya. Maka, jadilah sebuah sayembara cermin.

Berita itu pun dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok desa. Orang-orang berbondong-bondong mendatangi Manda sambil membawa cermin. Bermacam-macam bentuk dan ukuran cermin yang diterima Manda. Mulai dari yang seukuran telapak tangan hingga yang sebesar setengah dinding kamar. Dari yang berbingkai kayu dengan ukiran-ukiran yang unik dan indah hingga yang hanya berupa pecahan sekadarnya saja.

Jhaey, yang juga mendengar perihal sayembara itu, memutuskan untuk membawa cermin tua sakti peninggalan almarhum ayahnya. Lagi pula cermin tua sakti itu sudah tak ada gunanya untuk dirinya, katanya. Jhaey pun menggali lagi tempat ia pernah mengubur cermin tersebut. Ia bersihkan tanah dan kotoran yang menempel di cermin dan di bingkainya. Ia cuci lalu ia keringkan dengan mengelapnya. Cermin itu pun kembali seperti kali pertama ia menerima dari almarhum ayahnya. Cantik, anggun, dan terlihat mahal.

Jhaey mendatangi Manda dengan membawa cermin tua sakti tersebut...“Nona, maaf… Eeh maksud saya, Manda. Saya dengar tentang sayembara itu, dan saya datang membawa cermin ini.”

“Ah, kamu rupanya.”... Seru Manda nampak tersenyum senang dan menggoda.

Dari sekian banyak cermin yang Manda dapatkan hanya cermin Jhaey yang punya daya tarik dan memikat kuat bagi Manda.

“Siapa kamu?”

Kau...

“Ah, cantik sekali….”

Tentu saja. Kau memang cantik.

“Tidak, kamu lebih cantik dariku!”

Begitukah?

“Ya. Kulitmu lebih mulus, matamu lebih indah, rambutmu lebih berkilau, alismu lebih pekat, hidungmu lebih… bibirmu… Ahh, bagaimana bisa?”

Tanyalah kepada lelaki yang telah membawaku kepadamu.

“Pemuda buruk rupa itu?”

Ya. Dan jangan lupa, kau berjanji memberikan apapun kepada siapa saja yang bisa membawakan kepadamu cermin yang dapat memantulkan bayanganmu lebih cantik dari dirimu sendiri.

“Ah, tentu saja. Besok akan kutemui pemuda itu.”

Keesokan harinya saat Jhaey tengah melayani pesanan seorang pelanggan ketika Manda datang menghampirinya. Ia terkejut hingga pisau pemotong dagingnya terlepas dari tangannya. Manda tertawa kecil.

“Kamu selalu terkejut saat melihatku. Kenapa?”

“Ti-tidak.”... Balas Jhaey gugup.

“He?” Manda mengusili Jhaey dengan merundukkan kepalanya dan berusaha menguak wajah Jhaey.

“Tidak, Anda hanya… Cantik.”

Manda tersenyum, hingga giginya yang putih dan rata terlihat indah.

“Aku ingin mengabulkan semua permintaanmu.”

Jhaey terkejut. Nyaris pisau pemotong dagingnya terpeleset lagi dari genggamannya.

“Mari, kita ke rumahku.”

Manda meraih tangan Jhaey. Pemuda itu tak mengerti bagaimana meredam debaran dada yang hampir membuatnya tak mampu berdiri tegap. Ia biarkan saja tubuhnya dibawa Manda. Dibawa harum bunga-bunga yang menguar dari tubuh gadis pujaannya itu.

“Sekarang, katakanlah keinginanmu,” kata Manda, menatap Jhaey lekat-lekat.

Jhaey terdiam. Ia hanya menundukkan kepala sembari mencoba mengendalikan diri. Kamar Manda begitu wangi. Entah darimana asal wangi itu. Ia serasa berada di taman bunga-bunga dan sekuntum yang paling mekar dan indah ada di depan matanya.

Manda menggenggam tangan Jhaey...“Kenapa kamu tak mau melihatku?” Manda meraih dagu Jhaey, menariknya hingga pemuda itu menghadap wajahnya.

“Jangan!”... Seru Jhaey panik.

Manda terkejut melihat wajah Jhaey. Tubuhnya yang kekar dan tegap menunjukkan usianya yang kira-kira belumlah genap 30 tahun tapi keadaan wajahnya menunjukkan bahwa ia sudah berusia 70 tahun. Manda seperti melihat kakeknya sendiri, mungkin kakek buyutnya. Selain terlihat tua, Jhaey juga tak ubahnya sesosok monster bagi Manda. Gadis itu bergidik. Namun ia masih ingat akan janjinya.

“Cerminmu ternyata memantulkan bayangan yang lebih cantik dari diriku sendiri. Maka sekarang, ucapkanlah kepadaku, apa permintaanmu?”

Jhaey terpaku. Tak bisa diucapkannya sepatah kata pun melihat Manda berdiri di depannya. Hingga setelah beberapa menit penuh kebisuan, pemuda buruk rupa itu tercengang ketika Manda perlahan membuka pakaiannya. Dari atas hingga bawah. Dari bagian luar hingga yang paling dalam. Gadis itu kemudian menarik tangan Jhaey dengan lembut. Ia duduk dan berbaring di atas ranjang. Hingga berikutnya hanya terdengar desahan serta erangan kenikmatan pada malam yang panjang itu.

Pada saat malam menjelang pagi...“Kenapa kau bunuh dia?”

Aku tidak melakukannya. Kau yang melakukannya.

“Tidak! Aku hanya mengabulkan permintaannya. Aku hanya menepati janjiku!”

Kau menyerahkan jiwamu.

“Apa maksudmu?”

Malam itu ketika kalian bercinta dengan penuh hasrat, sebagian auramu merasuk ke dalam tubuh pemuda itu. Ia tak kuat menampungnya sebab jiwanya sudah terserap nyaris seluruhnya olehku. Jiwanya sudah rusak. Dan kau membuatnya kian parah.

“Karena itu dia terlihat tua?”

Karena itu dia kehilangan nyawa.

“Lalu apa yang kau lakukan terhadapku?!”

Mengisap jiwamu, tentu saja….

“Kenapa?! Semua laki-laki tak ada lagi yang sudi mendekatiku. Bahkan untuk melihatku saja tidak. Mereka hanya melirik dengan tatapan yang aneh dan menjaga jarak denganku. Seakan aku ini seorang monster!”

Tidak. Kau bukan monster Manda. Kau seorang gadis yang jelita.

“Bohong!! Hanya bayanganku yang cantik. Hanya jiwaku yang terperangkap dalam dirimu!”

Kau cantik Manda. Dengan atau tanpa bayangan. Dengan atau tanpa cermin.

Dengan atau tanpa cermin….

Dengan atau tanpa cermin….

Manda memukul cermin itu dengan keras hingga pecah. Tangannya berdarah. Ia mengambil pecahan kaca, lalu menggoreskannya ke pipi, dan seluruh wajahnya dan juga sekujur tubuh lainnya.




~ THE~END ~

Comments

  1. Untung sempat nganu sebelum akhirnya diserap jiwanya oleh hantu hingga meninggoy, hihi..

    Jadi karena itu ya bibir Manda masìh suci dan blm ada yg menggigit lehernya, karena siapa yg menggigit bakal meninggoy diserap jiwanya, hihi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tul Huu walaupun harus mati Tragis yee... Terus nantinya toko daging diwarisin kesiapa Huu.🤣🤣🤣

      Tergantung Huu..🤣🤣🤣

      Delete
    2. Di wariskan ke mesjid aja mgkn wkwk

      Delete
  2. Aisssh serem ah ceritanya 😵‍💫. Ntah kenapa yaa, kalo cerita atau film horor, memang banyak melibatkan cermin ya mas 😄. Kayaknya lama2 cermin ini jadi agak nyeremin sih.

    Aku aja kalo sedang sendirian di rumah, dan tiba2 takut gitu, ga mau liat ke cermin, takut liat macem2 🤣. Trus pantang juga taro cermin di depan tempat tidur, itu kalo kata fengshui 😄. Ga bagus liat bayangan diri sendiri pas bangun tidur katanya 🤭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yaa karena Cermin bisa mengundang hantu datang, atau tempat bersarangnya hantu. Makanya kalau rumah kosong ada cermin yang nggak dipakai masih tergantung pasti akan ada hantu bersarang disitu.

      Betul itu mbak, Jika cermin berhadapan dengan tempat tidur apesnya bermacam-macam.

      Kalau dirumah sendirian kalau bisa jangan terlalu sering didepan cermin.😁😁

      Delete
  3. Konon kabarnya cermin itu dibuat oleh Mpu Satrio untuk hadiah seorang putri pemilik kastil bernama Herminio.

    Putri Herminio ingin hidup abadi, lalu oleh penyihir ia disihir masuk kedalam cermin dan akan menghisap jiwa jiwa orang yang terlalu sering berkaca agar ia hidup abadi tapi tetap awet muda.

    Begitu katanya.😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bukannya cermin itu warisan empu Egus.🤣🤣🤣

      Delete
    2. Ya udah kita tunggu saja putri Herminio yang jawab, apakah yang ngasih cermin itu empu Satrio atau Mpu Dahlan.😁

      Delete
  4. Kayak cerita beauty and the beasts ya,btw g di summon kesini nih karakternya hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yg ini beauty and the beasts versi kearifan lokal mas hehe..

      Delete
  5. kalo udh menyinggung cermin, pasti ada kaitannya jg sm horor... serem ih...
    trs endingnya gmn mas, si Manda mati atau gak? atau ada superhero yg tiba2 nongol....

    ReplyDelete
  6. cermin kematian yang bisa menghisap jiwa, spertinya seram. apakah mirip seperti layar handphone yang bisa membuat kulit wajah pengunanya terlihat semakin tua ya? sereem....

    ReplyDelete
  7. Cerita yang serem ya, tapi menarik untuk dibaca. Terus berkarya, Bang. semoga sehat selalu.

    ReplyDelete

Post a Comment

TERIMAH KASIH SUDAH MELUANGKAN WAKTUNYA KEBLOG YANG UHUUKK!! EEHEEEMMM!!


Popular posts from this blog

Li-Fi Teknologi Pengganti WI-FI

Hallo sobat blogger gimana nih masih pada semangat ngeblog? Atau udah pada ogah-ogahan.😁😁😂 Karena adsense sepi, yaa apapun itu kita harus tetap bersyukur, meski adsense sepi masih banyak rezeki yang lainnya iyaa nggak.😊 Ok kita langsung saja ketopik pembahasan tentang teknologi Lifi yang katanya nantinya akan menggatikan Wifi, Dan Menurut rumor yang beredar Lifi lebih hebat dan cepat ketimbang Wifi. Seperti apa berikut penjelasannya dibawah ini.👇 Wi-Fi menjadi teknologi transfer data yang sudah familiar digunakan oleh banyak orang saat ini. Namun seiring dengan perkembangan teknologi yang berjalan begitu cepat, kehadiran Wi-Fi bakal tergeser oleh Li-Fi. Apa itu Li-Fi dan bagaimana cara kerjanya? Bagi sebagian orang mungkin masih asing dengan istilah Li-Fi. Li-Fi digadang-gadang sebagai teknologi baru jaringan nirkabel yang bakal menggantikan Wi-Fi. Teknologi ini kelebihan dan keunggulan dibandingkan dengan Wi-Fi sebagai media transfer data. Oleh karena itu, Anda pe

Telat Mencabut

Kesibukkan bekerja membuat Agus lupa akan kesehatan tubuhnya hingga akhirnya ia harus dilarikan kerumah sakit terdekat karena sakit. akibat kurang teratur makan. Tiga hari kemudian teman kerjanya yang bernama Khanif datang menjenguknya, dan kebetulan memang hari itu tepat waktunya untuk jam kunjungan membesuk pasien. "Sorry banget Gus baru hari ini gue bisa datang membesuk luh kerumah sakit"... Kata Khanif teman kerjanya. Berhubung Agus orangnya sabar dan pemaaf meski baru sembuh dari sakitnya ia mencoba tersenyum kepada Khanif... "Nggak masalah Nif, nggak usah dipikirin toh hari ini luh sudah bertemu gue". "Eehhhmm, anu Gus, gue juga minta maaf, karena membesuk luh nggak bisa membawa apa-apa, soalnya gue juga baru sembuh dari sakit gigi Gus". Agus kembali tersenyum... "Aah! luh nggak usah sungkan-sungkan Nif sama gue, luh datang gue juga udah senang". Suasana menjadi hening sejenak sampai akhirnya Khanif kembali berbicara