Skip to main content

Kepergianmu



Cahaya jingga terakhir senja menyentuh tirai jendela kamar Agus, melukis bayangan-bayangan panjang yang menari di lantai kayu. Sudah dua minggu, dan aroma vanilla dari lotion yang selalu Manda pakai masih samar-samar tertinggal di bantalmu. Agus menarik napas, mencoba menyerap sisa-sisa jejak Manda sebelum waktu benar-benar menghapusnya.

“Mas, tehnya,” suara Bi Ijah terdengar lembut dari balik pintu.

Agus bergumam pelan. Cangkir teh yang ia biarkan dingin itu adalah cangkir kesukaan Manda, yang bergambar bunga krisan kecil di sisinya. Ia selalu bilang, “Krisan melambangkan kesetiaan, Mas. Seperti cinta kita.”

Agus ingat pagi itu, dua minggu yang lalu. Pagi yang terasa sama seperti ratusan pagi lainnya. Manda menyiapkan sarapan, menyenandungkan lagu lama yang hanya kita berdua tahu liriknya. Manda memintaku membetulkan jam dinding di ruang tamu, dan Agus hanya menjawab, “Nanti, sayang. Sebentar lagi.”

Itulah kata ‘nanti’ yang paling Agus sesali seumur hidupnya.

Manda pergi untuk membeli bahan kue yang mendadak ingin ia buat. Manda mencium pipi Agus, menepuk lengannya dua kali, kebiasaannya, dan berkata, “Jangan lupa nanti minum vitamin ya, Mas.”

Agus mengangguk, tanpa tahu bahwa itu adalah ciuman, tepukan, dan pesan terakhirnya.

Sore harinya, telepon dari kantor polisi bagai palu godam yang menghancurkan seluruh dunia Agus. Sebuah kecelakaan, katanya. Sebuah mobil yang hilang kendali. Sebuah takdir kejam yang merenggutmu dalam sekejap mata.

Selama seminggu pertama, rumah ini adalah neraka yang beku. Agus melihat bayangan Manda di setiap sudut. Di rak buku tempat ia menyelipkan novel-novel romantis. Di meja dapur tempat ia selalu meninggalkan catatan kecil berisi daftar belanja atau sekadar ucapan cinta. Bahkan di bangku taman, tempat kita berdua menghabiskan malam-malam bercerita tentang masa depan.

Agus marah. Marah pada semesta, pada mobil itu, pada dirinya sendiri yang menunda membetulkan jam dinding, seolah jika ia memperbaikinya saat itu juga, Manda akan tetap di rumah, dan semua ini tidak akan terjadi.

Malam ini, Agus duduk di sofa, memegang album foto pernikahan dirinya dan Manda. Mata kita berdua, dihiasi senyum lebar dan penuh janji. Manda mengenakan gaun putih yang ia jahit sendiri. Agus ingat betapa gugupnya ia saat mengucapkan janji itu, dan betapa yakinnya Manda saat menjawab.

Saat Agus membalik halaman terakhir, selembar kertas kecil jatuh. Kertas lusuh itu. Itu adalah catatan yang Manda tinggalkan di meja dapur, tepat di bawah kalender. Ia menulisnya di hari saat ia pergi.

Mas, aku sayang kamu. Jangan lupa minum vitamin! Jam dindingnya sudah aku betulin sendiri deh. Jangan marah ya kalau miring. Pulang akan aku bawakan bolu kesukaanmu!

Tiba-tiba, tangis Agus pecah. Bukan tangis amarah yang menggelegar, melainkan tangis pilu yang sunyi, tangis kesadaran. Manda tidak pernah menyalahkanku atas apa pun. Ia selalu mencari cara untuk membuat Agus tersenyum. Dan kepergian Manda, meski menyakitkan, tidak seharusnya menjadi alasan bagiku untuk membekukan hidupnya.

Agus berdiri, berjalan ke ruang tamu, dan melihat jam dinding yang miring itu. Jarumnya berhenti di pukul 10:15, saat Manda meninggalkan rumah.

Agus mengambil obeng dari laci, menaiki kursi, dan membetulkan jam itu. Ia mengaturnya ke pukul empat sore, waktu saat ini. Jarum detik mulai bergerak lagi, berdetak pelan, mengisi keheningan yang lama.

Mungkin Agus tidak bisa memutar waktu kembali, tapi ia bisa membiarkan waktu yang tersisa berjalan. Agus tahu, Manda akan marah melihatnya larut dalam kesedihan.

Agus kembali ke kamar. Ia membuka jendela, membiarkan angin senja masuk dan membawa pergi aroma vanilla yang tersisa, bersama dengan rasa sakit yang mencengkeram.

Kepergian Manda telah meninggalkan lubang besar, tapi ia juga meninggalkan warisan: cinta yang tulus dan semangat untuk terus maju.

Agus melihat ke luar, ke arah langit yang kini mulai gelap dan bertabur bintang pertama.

“Aku sayang kamu, Manda,” bisiknya.

Agus mengambil bantal Manda, memeluknya erat, dan untuk pertama kalinya dalam dua minggu, aku tidak hanya merasakan duka. Aku merasakan kedamaian.

Esok hari, jam dinding itu akan menunjukkan pagi yang baru. Dan aku akan bangun, minum vitamin, dan memulai hari. Bukan melupakanmu, tapi membawa kenanganmu dalam setiap langkah.

Karena meskipun kau telah pergi, bagian terbaik dariku tetap milikmu. Dan bagian terbaik darimu, akan selalu hidup di dalam diriku.



~ THE ~ END ~

Comments

Popular posts from this blog

Telat Mencabut

Kesibukkan bekerja membuat Agus lupa akan kesehatan tubuhnya hingga akhirnya ia harus dilarikan kerumah sakit terdekat karena sakit. akibat kurang teratur makan. Tiga hari kemudian teman kerjanya yang bernama Khanif datang menjenguknya, dan kebetulan memang hari itu tepat waktunya untuk jam kunjungan membesuk pasien. "Sorry banget Gus baru hari ini gue bisa datang membesuk luh kerumah sakit"... Kata Khanif teman kerjanya. Berhubung Agus orangnya sabar dan pemaaf meski baru sembuh dari sakitnya ia mencoba tersenyum kepada Khanif... "Nggak masalah Nif, nggak usah dipikirin toh hari ini luh sudah bertemu gue". "Eehhhmm, anu Gus, gue juga minta maaf, karena membesuk luh nggak bisa membawa apa-apa, soalnya gue juga baru sembuh dari sakit gigi Gus". Agus kembali tersenyum... "Aah! luh nggak usah sungkan-sungkan Nif sama gue, luh datang gue juga udah senang". Suasana menjadi hening sejenak sampai akhirnya Khanif kembali berbicara...

5 Permainan Anak 90,an Saat Bulan Puasa Dan Hari Lebaran

Anda yang pernah mengalami era 90,an tentunya pasti tahu akan sebuah permainan diawal atau akhir bulan puasa. Yaa memang sangat berbeda dengan era sekarang yang serbah canggih. Dan kalau boleh saya tahu yang merasa anak 90,an sebenarnya kangen nggak sama permainan yang sudah tertera diatas dan dibawah ini.? Atau mungkin anda sudah lupa, Atau pura-pura lupa..? 😂😂 Ok kalau begitu. Disini saya bukan ingin menanya lupa atau tidaknya dengan sebuah permainan jadul era 90,an. Tetapi sekedar ingin mengulas tentang permainan jadul anak 90,an kala menunggu saat berbuka puasa. Kalau anak sekarang bilang katanya Ngabuburit.? 😄 Sebenarnya apa bedanya sih permainan era 90,an dan sekarang, Kala menunggu waktu berbuka puasa. Yaa sudah barang tentu sangat berbeda. Meski ada beberapa yang masih kerap dipermainkan diera sekarang. Lalu apa saja permainannya berikut ulasan dibawah ini. 1. PETASAN & KEMBANG API Ilustrasi By : Poskota Yaa dari gambar pertama adalah...

Pantun Tikar Rombeng & Celana Kolor

PANTUN TIKAR ROMBENG "Tikar rombeng ditambal dengan ketan Bau sedikit tapi berkesan Tak ada lain kupunya tujuan Kecuali mencari dikau seorang." "Tikar rombeng dibakar nyebar. Ambil sabuk buat bantalan. Telah kudengar kabar tersebar Ternyata dikau penggoda hatiku". PANTUN CELANA COLOR "Celana kolor masuk ke tungku hangat sebentar disangka nasi Kalau tak salah dugaanku engkau si cantik yang selalu ku rindu.'' "Celana kolor robek tengahnya Ditambal nasi masih terbuka jua Bagaimanapun kita hanya bisa berusaha Tapi tuhan tetap penentunya." ~ SEMOGA TERHIBUR ~