

Cerita By : Vina & Satria
Meski hari hampir mendekati siang Reny tetap bersemangat dalam mempromosikan sebuah butiq pakaian yang baru saja membuka cabang dikota bogor. Dengan semangatnya ia terus berpacu dengan waktu hingga terjadi Pertemuan yang tanpa sengaja secara kebetulan, Pada hari yang merambah siang. Itu perjumpaan pertama setelah mereka tak bertemu hampir 20 tahun. Satu sosok laki-laki berambut ikal, berkulit agak gelap, berkacamata dan memakai celana jins yang terus mengamati sosok dirinya. yang sedang asyik mempromosikan Tokonya kepada para pejalan kaki dari kejauhan. Laki-laki itu berteduh dari panasnya matahari di bawah pohon rindang di taman, sedangkan siwanita tak sadar bahwa gerak-geriknya sudah diawasi lebih dari dua jam lalu.
Hingga akhirnya, Wanita bernama Reny itu kelihatan sudah selesai dengan pekerjaannya, Si laki-laki datang mendekat untuk menyapa. Amrana namanya, Tampak gagah dan percaya diri. Bukan karena ia merasa tampan dengan penampilannya, meski wajahnya memang tak bisa dikatakan buruk, tapi karena ia memang orang yang selalu optimistis dan bersemangat.
โReny,โ.. Tegurnya halus.
Reny menoleh, memandang lekat-lekat pada laki-laki yang berdiri di depannya. Cahaya matahari senja menyorot dari depan, menyilaukannya. Ia teringat sesuatu, tapi merasa ragu-ragu. Si laki-laki mengingatkannya pada seseorang yang dulu pernah mengisi hatinya. Seseorang yang ketika ia sebut namanya, dadanya bergemuruh keras dan otaknya sesak. Reny menyebut nama itu dengan ragu.
Amrana tersenyum. Senyumnya masih seperti dulu, Jenaka dan tengil. Dengan sigap Amrana mengulurkan tangan, mengajak bersalaman, lantas mengambil tempat di bangku sebelah Reny.
Begitulah mereka bertemu kembali. Percakapan demi percakapan mengalir lancar, seolah-olah mereka tidak pernah terpisah belasan tahun lamanya. Saling tanya berbalas cerita. Senyum, tawa, dan canda hadir begitu alamiah, menenggelamkan waktu kala itu yang seolah-olah maklum pada pertemuan dua anak manusia yang dulunya adalah sepasang kekasih.
Reny pertama kali berjumpa Amrana kala SMA. Reny adalah primadona di sekolah. Ia dikenal sebagai murid yang baik, cantik, dan cerdas. Reny menjadi kesayangan guru-guru. Sedangkan Amrana berbeda 180 derajat dari Reny. Meski tampan, Amrana sangat bandel dan suka melanggar peraturan sekolah. Ancaman apa pun yang diberikan para guru tak sanggup mengubah tabiatnya. Karena itu, tak ada yang bisa mengerti mengapa Reny yang dipuja-puja banyak orang justru melabuhkan hati pada orang semacam Amrana.
Maka tak heran keduanya selalu menjadi buah bibir disekolah kala itu. Reny dan Amrana pernah dibicarakan orang satu sekolah. Kabarnya, ada yang melihat Amrana dan Reny di lorong belakang sekolah saat pelajaran sudah usai. Ada yang bilang mereka berciuman, ada juga yang bilang hanya berpegangan tangan. Yang pasti, sejak itu hubungan Reny dan Amrana renggang, sampai akhirnya Amrana melanjutkan kuliah di UNAIR, Surabaya. Sementara Reny tetap di Jakarta. Sampai akhirnya mereka bertemu kembali sore itu. Berbincang - bicang hingga waktu jualan yang mengakhiri perjumpaan dua insan tersebut.
Hingga akhirnya, Wanita bernama Reny itu kelihatan sudah selesai dengan pekerjaannya, Si laki-laki datang mendekat untuk menyapa. Amrana namanya, Tampak gagah dan percaya diri. Bukan karena ia merasa tampan dengan penampilannya, meski wajahnya memang tak bisa dikatakan buruk, tapi karena ia memang orang yang selalu optimistis dan bersemangat.
โReny,โ.. Tegurnya halus.
Reny menoleh, memandang lekat-lekat pada laki-laki yang berdiri di depannya. Cahaya matahari senja menyorot dari depan, menyilaukannya. Ia teringat sesuatu, tapi merasa ragu-ragu. Si laki-laki mengingatkannya pada seseorang yang dulu pernah mengisi hatinya. Seseorang yang ketika ia sebut namanya, dadanya bergemuruh keras dan otaknya sesak. Reny menyebut nama itu dengan ragu.
Amrana tersenyum. Senyumnya masih seperti dulu, Jenaka dan tengil. Dengan sigap Amrana mengulurkan tangan, mengajak bersalaman, lantas mengambil tempat di bangku sebelah Reny.
Begitulah mereka bertemu kembali. Percakapan demi percakapan mengalir lancar, seolah-olah mereka tidak pernah terpisah belasan tahun lamanya. Saling tanya berbalas cerita. Senyum, tawa, dan canda hadir begitu alamiah, menenggelamkan waktu kala itu yang seolah-olah maklum pada pertemuan dua anak manusia yang dulunya adalah sepasang kekasih.
Reny pertama kali berjumpa Amrana kala SMA. Reny adalah primadona di sekolah. Ia dikenal sebagai murid yang baik, cantik, dan cerdas. Reny menjadi kesayangan guru-guru. Sedangkan Amrana berbeda 180 derajat dari Reny. Meski tampan, Amrana sangat bandel dan suka melanggar peraturan sekolah. Ancaman apa pun yang diberikan para guru tak sanggup mengubah tabiatnya. Karena itu, tak ada yang bisa mengerti mengapa Reny yang dipuja-puja banyak orang justru melabuhkan hati pada orang semacam Amrana.
Maka tak heran keduanya selalu menjadi buah bibir disekolah kala itu. Reny dan Amrana pernah dibicarakan orang satu sekolah. Kabarnya, ada yang melihat Amrana dan Reny di lorong belakang sekolah saat pelajaran sudah usai. Ada yang bilang mereka berciuman, ada juga yang bilang hanya berpegangan tangan. Yang pasti, sejak itu hubungan Reny dan Amrana renggang, sampai akhirnya Amrana melanjutkan kuliah di UNAIR, Surabaya. Sementara Reny tetap di Jakarta. Sampai akhirnya mereka bertemu kembali sore itu. Berbincang - bicang hingga waktu jualan yang mengakhiri perjumpaan dua insan tersebut.
Sebuah pesan Whattsapp berbunyi sangat nyaring......Seerrr!!...Duuttss!!.?
โSayang, apa kabarmu hari ini. Kangen nih,โ.....Ujar Herman dalam pesan Whattsapp.
Reny tersenyum kala membaca pesan dari suaminya. Mas Herman sudah dua minggu tak pulang ke rumah. Saat ini dia sedang sibuk dengan liputan berita luar kota. Untuk sebuah tv swasta di Jakarta. Dia akan pulang dua hari lagi. Herman orang yang aktif dan ceria. Mirip Amrana. Bedanya, jika Amrana adalah api, Herman adalah air.
Reny bertemu Herman dalam press conference sebuah production Trend peragaan Fashion dan Butiq. Saat itu ia sedang meliput acara dan mewawancarai para artis yang terlibat dalam acara tersebut. Tiba-tiba laki-laki berbadan tegap dengan alis tebal itu mengajaknya bersalaman dan menyebutkan namanya. Sejak perkenalan itu, mereka makin intens bertemu, nonton film dari satu festival ke festival lain. Herman membuat Reny banyak tertawa. Bahkan setelah lima tahun mereka menikah dan tak seorang buah hati pun hadir, Namun Herman tetap berbisik mesra di telinga Reny usai mereka bercinta....๐ฑ๐ฑ โTuhan memang memberikan kita kesempatan untuk lebih banyak berpacaran.โ..๐
โSayang, apa kabarmu hari ini. Kangen nih,โ.....Ujar Herman dalam pesan Whattsapp.
Reny tersenyum kala membaca pesan dari suaminya. Mas Herman sudah dua minggu tak pulang ke rumah. Saat ini dia sedang sibuk dengan liputan berita luar kota. Untuk sebuah tv swasta di Jakarta. Dia akan pulang dua hari lagi. Herman orang yang aktif dan ceria. Mirip Amrana. Bedanya, jika Amrana adalah api, Herman adalah air.
Reny bertemu Herman dalam press conference sebuah production Trend peragaan Fashion dan Butiq. Saat itu ia sedang meliput acara dan mewawancarai para artis yang terlibat dalam acara tersebut. Tiba-tiba laki-laki berbadan tegap dengan alis tebal itu mengajaknya bersalaman dan menyebutkan namanya. Sejak perkenalan itu, mereka makin intens bertemu, nonton film dari satu festival ke festival lain. Herman membuat Reny banyak tertawa. Bahkan setelah lima tahun mereka menikah dan tak seorang buah hati pun hadir, Namun Herman tetap berbisik mesra di telinga Reny usai mereka bercinta....๐ฑ๐ฑ โTuhan memang memberikan kita kesempatan untuk lebih banyak berpacaran.โ..๐
Reny berkaca di depan cermin. Ia nampak cantik dan menimbang-nimbang warna apa yang hendak dioleskan di bibirnya. Ada merah maroon, merah fuchsia, merah bata, merah agak pink, dan merah yang terang menyala. Akhirnya ia menjatuhkan pilihan pada lipstik warna merah menyala. Sebelumnya Reny tak pernah terlalu percaya diri memakai warna merah menyala. Ia menganggap warna semacam itu tak cocok untuknya. Namun, saat ia berkaca terakhir kalinya, sambil membereskan beberapa helai rambut yang keluar dari jalurnya, Sarah menyadari penampilannya sempurna. Ia siap bertemu Amrana.๐ฑ
Kafe itu terletak di bilangan Kemang Jakarta Selatan, agak di pinggiran. Dari luar arsitekturnya tampak khas. Dominan kayu dan warna cokelat, payung-payung lebar menaungi orang-orang yang ingin bercengkerama di pelataran. Lambang burung besar terpampang di pintunya. Di dalamnya, Reny mendapati suasana lebih hangat. Lampu-lampu unik menggantung rendah. Cahaya temaram membias ke seluruh ruangan, padahal matahari di luar masih belum condong ke barat. Di satu sudut kafe, ia menemukan Amrana sedang tersenyum lebar sambil menatapnya. Reny balas tersenyum. Tiba-tiba ia merasa dirinya belasan tahun lebih muda.
Amrana menyambutnya, Dengan ganjen ia pun mencium pipi Reny.... Reny kikuk, mundur selangkah. Amrana tertawa.
โSilakan duduk, Reny. Selamat datang di rumah Keduaku,โ...Ujar Amrana.
โJadi, sekarang kau ini apa? Ahli kopi?โ
Reny menatap secangkir kopi di hadapannya. Matanya memandang Amrana, Meminta kejelasan.
โApa ini?โ
โSalah satu hidangan spesial terbaik dicafeku ini Ren, Kopi Tubruk Liong Bulan Arabika.๐ฑ๐Cobalah.โ
Reny menyesap kopi itu, merasakan sensasi asam dan pahit dengan aroma buah-buahan yang meluncur ke tenggorokannya. Ia mengernyit sedikit. Tangan Amrana menjulur, mengibaskan helai rambut yang menutupi wajah Reny.
โKok, tumben pakai lipstik merah menyala.โ....Ucap Amrana.
โJelek, ya?โ...Balas Reny.
โAh, tidak, kok.โ
Amrana berdiri, lalu berbisik di telinga Reny,......โBilang-bilang, ya, kalau kau nanti ingin menghapusnya.โ
Reny menoleh. Amrana sudah pergi. Seorang kawan memanggilnya. Reny meneguk lagi kopinya, memikirkan arti kata-kata Amrana barusan.... "Apa maksud Amrana berbicara demikian"?...Dalam hatinya.
Seeerrr!!โฆ..Duuttss!!....Ponsel Reny bergetar. Reny membukanya, ternyata ada pesan masuk dari Amrana.
โBolehkah aku menghapus bekas bibirnya di bibirmu dengan bibirku?โ
Reny memekik kecil. Ia mengetikkan emoticon tersenyum, lalu menulis, โHeem! sudah kuduga..Tidak berubah kamu Yaa.?โ
Kafe itu terletak di bilangan Kemang Jakarta Selatan, agak di pinggiran. Dari luar arsitekturnya tampak khas. Dominan kayu dan warna cokelat, payung-payung lebar menaungi orang-orang yang ingin bercengkerama di pelataran. Lambang burung besar terpampang di pintunya. Di dalamnya, Reny mendapati suasana lebih hangat. Lampu-lampu unik menggantung rendah. Cahaya temaram membias ke seluruh ruangan, padahal matahari di luar masih belum condong ke barat. Di satu sudut kafe, ia menemukan Amrana sedang tersenyum lebar sambil menatapnya. Reny balas tersenyum. Tiba-tiba ia merasa dirinya belasan tahun lebih muda.
Amrana menyambutnya, Dengan ganjen ia pun mencium pipi Reny.... Reny kikuk, mundur selangkah. Amrana tertawa.
โSilakan duduk, Reny. Selamat datang di rumah Keduaku,โ...Ujar Amrana.
โJadi, sekarang kau ini apa? Ahli kopi?โ
Reny menatap secangkir kopi di hadapannya. Matanya memandang Amrana, Meminta kejelasan.
โApa ini?โ
โSalah satu hidangan spesial terbaik dicafeku ini Ren, Kopi Tubruk Liong Bulan Arabika.๐ฑ๐Cobalah.โ
Reny menyesap kopi itu, merasakan sensasi asam dan pahit dengan aroma buah-buahan yang meluncur ke tenggorokannya. Ia mengernyit sedikit. Tangan Amrana menjulur, mengibaskan helai rambut yang menutupi wajah Reny.
โKok, tumben pakai lipstik merah menyala.โ....Ucap Amrana.
โJelek, ya?โ...Balas Reny.
โAh, tidak, kok.โ
Amrana berdiri, lalu berbisik di telinga Reny,......โBilang-bilang, ya, kalau kau nanti ingin menghapusnya.โ
Reny menoleh. Amrana sudah pergi. Seorang kawan memanggilnya. Reny meneguk lagi kopinya, memikirkan arti kata-kata Amrana barusan.... "Apa maksud Amrana berbicara demikian"?...Dalam hatinya.
Seeerrr!!โฆ..Duuttss!!....Ponsel Reny bergetar. Reny membukanya, ternyata ada pesan masuk dari Amrana.
โBolehkah aku menghapus bekas bibirnya di bibirmu dengan bibirku?โ
Reny memekik kecil. Ia mengetikkan emoticon tersenyum, lalu menulis, โHeem! sudah kuduga..Tidak berubah kamu Yaa.?โ
Setulus hatiku semurni cintaku, Sayang percayalah aku.
Engkau kan ku sayang selama hidupku, Sayang percayalah aku.
Sebuah lirik lagu romantis mengalun indah dipagi yang sejuk, Namun Pagi itu Reny sulit untuk membuka mata. Seluruh tulangnya seakan melekat ke tempat tidur, menolak untuk digerakkan. Ia baru hendak menutup matanya kembali ketika sebuah ciuman tiba-tiba mendarat di bibirnya.
Reny terkesiap, rasa kantuknya langsung hilang. Wajah Herman tepat berada di hadapannya. Reny memeluk suaminya, mengamati sosok yang dua minggu ini tak tidur di sampingnya. Ada bulu-bulu kecil tumbuh di bawah dagu suaminya. Kulit Herman juga sedikit bertambah cokelat. Tapi selain itu, Herman kelihatan sangat sehat.
โKapan sampai? Kenapa tidak membangunkan aku?โ
โAku tak tega membangunkanmu, Sayang.โ
โBagaimana tugas liputanmu diluar kota kemarin?โ
โAaah, Cukup menyenangkan sekali. Akan kutunjukkan hasil kerjaku. Berserta rekaman liputanku kalau nanti sudah usai semua. Sekarang, biarkan aku istirahat. Sudah lama aku tak tidur di kasur seempuk ini.โ
Reny mengelus wajah suaminya, membiarkan Herman memejamkan mata. Dalam hati ia merasa bersyukur sudah tiba di rumah sebelum Herman pulang. Entah apa yang akan terjadi jika Adi tahu ia bertemu dengan laki-laki lain tadi malam..๐ฑ?
Reny terkesiap, rasa kantuknya langsung hilang. Wajah Herman tepat berada di hadapannya. Reny memeluk suaminya, mengamati sosok yang dua minggu ini tak tidur di sampingnya. Ada bulu-bulu kecil tumbuh di bawah dagu suaminya. Kulit Herman juga sedikit bertambah cokelat. Tapi selain itu, Herman kelihatan sangat sehat.
โKapan sampai? Kenapa tidak membangunkan aku?โ
โAku tak tega membangunkanmu, Sayang.โ
โBagaimana tugas liputanmu diluar kota kemarin?โ
โAaah, Cukup menyenangkan sekali. Akan kutunjukkan hasil kerjaku. Berserta rekaman liputanku kalau nanti sudah usai semua. Sekarang, biarkan aku istirahat. Sudah lama aku tak tidur di kasur seempuk ini.โ
Reny mengelus wajah suaminya, membiarkan Herman memejamkan mata. Dalam hati ia merasa bersyukur sudah tiba di rumah sebelum Herman pulang. Entah apa yang akan terjadi jika Adi tahu ia bertemu dengan laki-laki lain tadi malam..๐ฑ?
Sore itu Reny kembali menuju kafe. Ia tidak menghubungi Amrana sebelumnya. Ia hanya terdorong perasaannya untuk kembali ke tempat ini lagi. Kala mendorong pintu kayu kafe yang selalu berdecit, mata Reny langsung tertumbuk pada sosok Amrana yang sedang berada di balik mesin pemroses kopi.
โKau tidak memakai lipstik merah menyala itu lagi?โ... Tanya Amrana begitu Reny mendekat.
โAku takut kau akan menghapusnya,โ....Reny menjawab.
Sebenarnya Reny ingin sekali memakai lipstik itu. Ia suka warna merah itu yang membuatnya merasa seksi. Namun, ia juga tidak ingin dianggap menantang Amrana untuk menciumnya.
Waktu seolah-olah tak penting lagi kala Reny berjumpa Amrana. Pengunjung datang dan pergi, tapi Reny tetap di bangkunya. Ia mengamati Amrana kala memproses biji kopi, mengenalkan aroma jenis kopi yang berbeda-beda, alat-alat yang dipakainya, dan asal mula ketertarikannya pada kopi.
โSemuanya bermula sewaktu aku di Bali. Aku ini bukan ahli kopi, Ren. Aku cuma pencinta kopi.โ
Reny mengangguk...... โKau tahu? Mari kita menonton Filosofi Kopi! Pasti menyenangkan.โ
Amrana tertawa, mengambil tangan Reny dan menggenggamnya... โYa, ayo. Sekalian ngapus lipstik, ya.โ
Reny memukul lengan Amrana. Tapi ia tak sungguh-sungguh. Begitu pun Amrana.
โKau tidak memakai lipstik merah menyala itu lagi?โ... Tanya Amrana begitu Reny mendekat.
โAku takut kau akan menghapusnya,โ....Reny menjawab.
Sebenarnya Reny ingin sekali memakai lipstik itu. Ia suka warna merah itu yang membuatnya merasa seksi. Namun, ia juga tidak ingin dianggap menantang Amrana untuk menciumnya.
Waktu seolah-olah tak penting lagi kala Reny berjumpa Amrana. Pengunjung datang dan pergi, tapi Reny tetap di bangkunya. Ia mengamati Amrana kala memproses biji kopi, mengenalkan aroma jenis kopi yang berbeda-beda, alat-alat yang dipakainya, dan asal mula ketertarikannya pada kopi.
โSemuanya bermula sewaktu aku di Bali. Aku ini bukan ahli kopi, Ren. Aku cuma pencinta kopi.โ
Reny mengangguk...... โKau tahu? Mari kita menonton Filosofi Kopi! Pasti menyenangkan.โ
Amrana tertawa, mengambil tangan Reny dan menggenggamnya... โYa, ayo. Sekalian ngapus lipstik, ya.โ
Reny memukul lengan Amrana. Tapi ia tak sungguh-sungguh. Begitu pun Amrana.
Reny gelisah. Tadi ia berbohong pada Herman. Suaminya itu tak curiga sama sekali waktu Reny berkata akan pulang sedikit terlambat. Herman masih punya setumpuk pekerjaan yang harus diselesaikan. Tenggat penyelesaian rekaman video liputan itu memang sudah dekat.
Sebelum pergi, Reny sempat memulaskan lipstik warna merah menyala itu lagi di bibirnya. Ia merasa aneh, seolah menjadi pribadi yang lain, seakan-akan sisi nakal dirinya mencuat keluar. Anehnya, Amrana tak berkata apa-apa saat melihat Reny memakai warna itu. Diam-diam Reny merasa sedikit kecewa.
Film 21 telah usai. Reny dan Amrana berjalan beriringan menuju basement. Sebenarnya Reny belum ingin pulang. Ia ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi dengan Amrana.
โKau kan ada yang menunggu di rumah,โ ....Begitu sahut Amrana, kala Reny menyatakan keinginannya.
Reny merasa kesal. Amrana diam. Suasana menjadi tidak enak. Masing-masing merasakan suatu kenyataan menyedihkan yang tak bisa dipungkiri, Reny sudah menikah. Sementara itu, lamat-lamat terdengar suara air yang jatuh ke bumi. Hujankah di luar sana?
Reny menekan tombol central lock begitu menemukan mobilnya. Tadi ia menjumpai Amrana di lokasi menonton film. Amran tak membawa kendaraan, maka Reny merasa bertanggung jawab mengantarnya pulang. Reny memberikan kunci mobil pada Amrana, yang langsung mengambil posisi di kursi pengemudi.
โKau marah?โ... Amrana bertanya.
Reny menunduk, menyembunyikan wajahnya.
Basement sepi. Di luar hujan, tapi dari dalam mobil menyengat hawa panas. Amrana mengangkat wajah Reny, mendekatkan bibirnya ke bibir Reny. Dua anak manusia resah, gelisah, menahan syahwat yang bergejolak. Reny tak ingat bagaimana semua bermula. Amrana mulai menghapus pelan-pelan lipstik di bibir Reny, dari pinggir seinci demi seinci. Reny seakan kena setrum kejut dan terlempar ke masa silam, di lorong sepi sekolah. Sejenak mereka hanyut dalam gejolak masa remaja.
Di luar hujan makin deras. Lipstik itu rasanya manis, demikian pikir Amrana. Kecupan Amrana terasa basah, lengket, sekaligus penuh gairah. Reny menyerah pada Amrana yang dikendalikan hormon kelelakiannya. Tubuh mereka kini saling menempel. Reny menarik leher Amrana mendekat. Napasnya memburu.
Reny terengah ketika tangan Amrana mulai menelusup ke balik bajunya. Sekian detik terlena, Reny tersadar. Ia mencoba menghentikan. Ditepisnya Amrana pelan sambil tersengal,.... โBukan ini yang kita mau,โ ...Ucapnya halus.
Mendengar perkataan Reny,..Amrana seakan terbebas dari hipnotis. Dia empaskan tubuhnya ke jok sambil menghela napas.
โLaki-laki di mana pun sama saja. Tinggi-tinggi bicara soal Tuhan, kebudayaan, ujung-ujungnya kalah sama selangkangan.โ......Bentak Reny sambil menyesal.
Sebelum pergi, Reny sempat memulaskan lipstik warna merah menyala itu lagi di bibirnya. Ia merasa aneh, seolah menjadi pribadi yang lain, seakan-akan sisi nakal dirinya mencuat keluar. Anehnya, Amrana tak berkata apa-apa saat melihat Reny memakai warna itu. Diam-diam Reny merasa sedikit kecewa.
Film 21 telah usai. Reny dan Amrana berjalan beriringan menuju basement. Sebenarnya Reny belum ingin pulang. Ia ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi dengan Amrana.
โKau kan ada yang menunggu di rumah,โ ....Begitu sahut Amrana, kala Reny menyatakan keinginannya.
Reny merasa kesal. Amrana diam. Suasana menjadi tidak enak. Masing-masing merasakan suatu kenyataan menyedihkan yang tak bisa dipungkiri, Reny sudah menikah. Sementara itu, lamat-lamat terdengar suara air yang jatuh ke bumi. Hujankah di luar sana?
Reny menekan tombol central lock begitu menemukan mobilnya. Tadi ia menjumpai Amrana di lokasi menonton film. Amran tak membawa kendaraan, maka Reny merasa bertanggung jawab mengantarnya pulang. Reny memberikan kunci mobil pada Amrana, yang langsung mengambil posisi di kursi pengemudi.
โKau marah?โ... Amrana bertanya.
Reny menunduk, menyembunyikan wajahnya.
Basement sepi. Di luar hujan, tapi dari dalam mobil menyengat hawa panas. Amrana mengangkat wajah Reny, mendekatkan bibirnya ke bibir Reny. Dua anak manusia resah, gelisah, menahan syahwat yang bergejolak. Reny tak ingat bagaimana semua bermula. Amrana mulai menghapus pelan-pelan lipstik di bibir Reny, dari pinggir seinci demi seinci. Reny seakan kena setrum kejut dan terlempar ke masa silam, di lorong sepi sekolah. Sejenak mereka hanyut dalam gejolak masa remaja.
Di luar hujan makin deras. Lipstik itu rasanya manis, demikian pikir Amrana. Kecupan Amrana terasa basah, lengket, sekaligus penuh gairah. Reny menyerah pada Amrana yang dikendalikan hormon kelelakiannya. Tubuh mereka kini saling menempel. Reny menarik leher Amrana mendekat. Napasnya memburu.
Reny terengah ketika tangan Amrana mulai menelusup ke balik bajunya. Sekian detik terlena, Reny tersadar. Ia mencoba menghentikan. Ditepisnya Amrana pelan sambil tersengal,.... โBukan ini yang kita mau,โ ...Ucapnya halus.
Mendengar perkataan Reny,..Amrana seakan terbebas dari hipnotis. Dia empaskan tubuhnya ke jok sambil menghela napas.
โLaki-laki di mana pun sama saja. Tinggi-tinggi bicara soal Tuhan, kebudayaan, ujung-ujungnya kalah sama selangkangan.โ......Bentak Reny sambil menyesal.
Reny berkendara dalam kalut. Di tengah derasnya hujan, ia memacu mobilnya kencang. Ia berkecamuk dengan pikirannya sendiri. Hujan makin deras. Reny tepekur, memikirkan arti kejadian barusan: lipstik, warna merah, dan ciuman. Yang membuat jiwanya tak karuan seperti kala sma dulu.
โPulanglah,โ..... Begitu pesan Amrana terhadap dirinya.
Reny paham maknanya. Maka ia mengendarai mobilnya kembali pulang, kembali ke suaminya..... Sebuah sedan berwarna hitam terparkir di garasi. Sarah bertanya dalam hati, siapakah yang datang bertamu ke rumahnya malam-malam?
Reny memadamkan lampu mobilnya. Dari kejauhan ia mengamati satu sosok perempuan keluar dari rumahnya, ditemani suaminya. Perempuan berlipstik merah itu tertawa kala Herman mencium bibirnya, lama dan mesra.
Bagai tersayat sembilu hati Reny mendadak sakit. Ia pejamkan matanya, Namun air mata turun dari pipinya tanpa bisa ia tahan...."Ooh! Tuhan inikah balasan atas dustaku selama ini".
โPulanglah,โ..... Begitu pesan Amrana terhadap dirinya.
Reny paham maknanya. Maka ia mengendarai mobilnya kembali pulang, kembali ke suaminya..... Sebuah sedan berwarna hitam terparkir di garasi. Sarah bertanya dalam hati, siapakah yang datang bertamu ke rumahnya malam-malam?
Reny memadamkan lampu mobilnya. Dari kejauhan ia mengamati satu sosok perempuan keluar dari rumahnya, ditemani suaminya. Perempuan berlipstik merah itu tertawa kala Herman mencium bibirnya, lama dan mesra.
Bagai tersayat sembilu hati Reny mendadak sakit. Ia pejamkan matanya, Namun air mata turun dari pipinya tanpa bisa ia tahan...."Ooh! Tuhan inikah balasan atas dustaku selama ini".
Pengkhianatan dibalas dengan pengkhianatan..hiks
ReplyDeleteLalu siapa yang salah..๐ฑ๐ฑ๐ฑ
ReplyDeleteatas saya yg salah... Gimana mau nyosor.. Hobby ane makan jengkol mulu tiap hari. ๏ฟฝ๏ฟฝ
ReplyDeleteBuuaahaaa!!..๐๐๐
Deletekasian pak amrana.. padahal tinggal selangkah lagi tuh..
ReplyDeleteadmin tamvan gak bantuin sih ..hi..hi..
Selangkah lagi siap nganu yaa!! Min...๐๐๐๐๐๐๐
DeleteHihihi..
ReplyDeleteHeeeheee!!! Huuuhuuu!!..๐๐๐๐
DeleteWow.. Kerrreewwen..
ReplyDeleteIya keren tinggal selangkah lagi..
DeleteTapi gatot jadinya..๐๐
Wah kurang tuh adegan hotnya.
ReplyDeleteWaah!! Bisa ada yang coli repot ntar kang...๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐
DeletePromo www.Fanspoker.com :
ReplyDelete- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup
|| bbm : 55F97BD0 || WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||
Baca lagi dan fokus pada tulisan ini.
ReplyDeleteReny berkaca di depan cermin. Ia nampak cantik dan menimbang-nimbang warna apa yang hendak dioleskan di bibirnya. Ada merah maroon, merah fuchsia, merah bata, merah agak pink, dan merah yang terang menyala.
Ngebayangin kok bukan Reny yang milih warna lipstik tapi kang satria, gimana ya.๐๐๐
Aahh bukannya Ente yang pake kan biasa mau mangkal.๐คฃ๐คฃ๐คฃ๐คฃ
Delete